"Oke,
sekarang mending kita siap-siap!" ajak Hafiz.
"Iya iya
selow. Abis Isya juga udah beres kok," ucap Ghiffari.
"Ketemuan di
McD?"
"Jam 6 udah
di sana ye?"
"Bereeees!"
Setelah Sholat Isya, mereka berdua pun mempersiapkan kebutuhannya
esok hari karena mereka akan jalan-jalan ke Puncak dengan kuda besi mereka. (s)
Matahari itu mulai membuat tubuh Bumi terasa hangat. Sinarnya menyinari seluruh kehidupan Bumi. Sejalan dengan mulai masuknya cahaya Matahari ke kamar Hafiz, di situ pula dia sedang memakai perlengkapan mengendarai motor.
Pukul 06.30 pagi, bertemu lah mereka di McD.
"Udah
siap?" Hafiz menyemangati Ghiffari.
"Selalu. Oh
iya, jangan lupa do'a," balasnya.
Mereka pun berdo'a dan mulai mengendarai motor menuju
Puncak.
Puncak adalah tempat wisata yang sangat digemari oleh orang
banyak. Udara yang sejuk, kuliner yang menarik, dan pemandangan yang tiada tara
hijau. Untuk para pengendara motor, jalan yang berliku-liku menuju Puncak
adalah hal yang sangat menyenangkan. Karena di sana lah mereka dapat
membelokkan motornya bagaikan pembalap MotoGP.
Sekitar 200 meter sebelum Puncak, terdengar suara benturan antara
besi dengan aspal.
"Aaaaaahhhhh!"
teriakan seseorang.
Ternyata, kesunyian di pagi hari itu digemparkan oleh jatuhnya
Hafiz. Yup, ketika dia sedang berbelok bagaikan pembalap MotoGP, footstep motornya terkena aspal dan membuat dia terpeleset. Mungkin
dikarenakan motor yang terlalu rebah ketika menikung.
Alhamdulillah, Hafiz baik-baik saja. Namun,
motornya yang melesat ketika jatuh itu menabrak sebuah mobil yang sedang parkir
di sekitar tikungan.
Hafiz mulai bangkit, dan
sang pemilik mobil pun menghampirinya.
“Aduh pak maaf nih saya
kepeleset” Hafiz menjelaskan.
“Walah! Lagian si mas
nyetirnya kenceng banget sih. Coba gua cek dulu mobilnya,” Si pemilik mobil itu
mengecek mobilnya.
“Wah, penyok – baret gini
mas!” kesal Si pemilik mobil.
“Iya pak maaf ya tadi saya
juga lagi nggak fokus,” Hafiz beralasan.
“Jadinya mau gimana nih!?” Si
pemilik mobil mulai mengeraskan suaranya.
“Ya, buat mobil gini sih 50
ribu juga udah beres,” Hafiz menenangkan.
“Apa-apaan 50 ribu? Mana ada
motor ngasih duit ke mobil cuma segitu?”
“Ya elah, pak! Di bengkel
saya segini nggak nyampe lah 100 ribu,”
“Gini deh, gua minta 200
ribu!” Si pemilik mobil memalak.
“Buset! Mana ada gua uang segitu” gumamnya.
“Gimana? Mau nggak lu?” tagih Si pemilik mobil.
“Aduh, pak. Saya nggak ada kalo segitu. Saya paling ada 100 ribu,”
“Ya terus mau gimana? Ini lecetnya dalem nih. Penyok juga!”
“Bapak kalo nggak percaya, ini Cuma 50 sampe 70 ribu. Nggak
percaya bapak dateng dah ke bengkel saya di Bogor. Ginian itu cuma segitu.
Nggak sampe 100 ribu!” Jelas Hafiz sekaligus menolak jika harus membayar uang
sejumlah Rp200.000,-.
“Hmmm.. Yaudah deh yaudah sini,” Si pemilik mobil menyerah.
“Ini, pak. Maaf deh ya pak!” Hafiz meminta maaf.
“Iye. Lain kali hati-hati lu!” Saran Si pemilik mobil.
Setelah memberikan uang sejumlah Rp100.000,-, Hafiz dan Ghiffari
melanjutkan perjalanannya menuju Puncak. Sesampainya di sana, Ghiffari
menanyakan bagaimana keadaan Hafiz.
“Oi, emangnya penyok segitu gak sampe 100 ribu?”
“Kalo ngisi angin sih nggak nyampe,” Hafiz sedikit ketawa.
“Lah terus?” Ghiffari bingung.
“Kalo penyok plus baret kayak tadi, yaa paling kecil 250 ribu. Hahaha”
Hafiz ketawa.
“Hahaha!” Ghiffari terkejut dan ikut tertawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar